TUGAS
OSMARU
TUGAS
OSMARU
Buatlah
sebuah cerpen yang kreatif dan menarik.
- Tema dari cerpen sesuai dengan nama kelompok masing-masing
- Cerpen yang dibuat minimal satu lembar A4 penuh
- Font dari cerpen dibebaskan namun harus jelas, dan ukuran fontnya adalah 12
- Dibuat 1,5 spasi dengan margin atas 4, kiri 4, bawah 3, kanan 3
- Tampilan cerpen harus dibuat sekreatif mungkin
“Matiiiihhhhh.....”
Hendra
menepuk jidatnya sambil terduduk lemas di kursi meja belajarnya. Ia
baru saja membaca tugas ospek yang diberikan oleh panitia ospek
mahasiswa baru Universitas Sebelas Maret, Solo. Kamis depan adalah
hari pelantikan mahasiswa baru sekaligus merupakan hari pertama
ospek. Tugas membuat cerpen tersebut juga harus dikumpulkan hari
Kamis. Itu berarti tinggal 4 hari lagi, karena sekarang adalah hari
Sabtu. Temanya nama kelompok, nama kelompoknya adalah persuasif,
Hendra berteriak frustasi sembari mengacak-acak rambutnya. Ia sangat
menyadari kelemahannya dalam menulis karangan. Saat SMA guru Bahasa
Indonesianya selalu menaruh perhatian lebih pada Hendra karena
kekurangannya itu, sehingga nilainya harus dikatrol agar bisa tuntas.
Itu pun harus melalui berbagai macam tahapan remidi terlebih dahulu.
Ddrrrttt.......ddddrrrtt......
“Halo?”
Hendra meraih ponselnya yang berdering.
“Halo
Hen, di mana kamu?” tanya seorang gadis di seberang telepon.
“Di
rumah Ca, kenapa? Lagi pusing nih mikirin tugas ospek” balas Hendra
sembari menghempaskan badan ke tempat tidurnya.
“Suruh
ngapain emang?”
“Bikin
cerpen temanya persuasif. Kamu kan tau sendiri aku bermasalah sama
yang namanya karang-mengarang” Hendra mendengus pasrah.
“browsing
aja Hen, gampang kan. Jaman udah
canggih kali. Panitianya juga nggak akan tahu kamu copy-paste,
dibaca aja mungkin nggak sempat,
formalitas kasih tugas aja tuh!” kata Caca.
“Oh
iya ya, aku sama sekali nggak kepikiran deh. Thanks lho,
Ca, atas sarannya. Udah dulu ya, aku mau coba searching.
Assalamualaikum!”
Hendra
menutup panggilan setelah terdengar salam balasan dari Caca. Ia
melempar ponsel di atas tempat tidur lalu beranjak ke meja belajar,
di layar laptopnya masih terpampang jelas tugas ospek yang membuat
merinding tatkala Hendra membacanya lagi. Ia kemudian membuka new
tab dan mengetik “CONTOH
CERPEN BERTEMA PERSUASIF”.
Hendra
melenggang memasuki kampus dengan hati gembira. Ia tak menyangka
'tugas mematikan' itu telah berhasil dikerjakan. Meskipun hanya
dengan copy-paste
dari internet, ubah nama, print!
Hendra tersenyum sendiri mengingat betapa berlebihannya dia ketika
frustasi memikirkan tugas yang ternyata bisa dengan mudah dikerjakan.
Para mahasiswa baru kini tengah berkumpul di ruang
kelas masing-masing untuk menerima materi. Di ruang kelas Hendra
berada, materi yang sedang dijelaskan adalah tentang pembuatan blog,
fungsi, dan cara penggunaannya. Semua mahasiswa baru tengah asyik
mencatat ketika tiba-tiba panitia berdiri dan menyuruh semua anak
untuk mempraktekan pembuatan blog.
15 menit kemudian.
“Adik-adik
semuanya, cerpen untuk tugas ospek mohon dikumpulkan ke meja saya
sekarang.” kata seorang kakak panitia. Serentak seluruh anak
beranjak dari kursi menuju meja panitia sembari membawa print
out masing-masing, tak
terkecuali Hendra. Setelah semua tugas terkumpul, panitia kemudian
melanjutkan.
“Kalian
semua membawa soft file
cerpennya kan?” tanya kakak panitia. Kemudian terlihat anggukan
dari seluruh mahasiswa.
“Kalau
begitu, cerpen yang barusan kalian kumpulkan, mohon di-upload
lagi ke blog yang sudah kalian buat. Jangan lupa, follow
blog panitia dan teman-teman yang lain agar bisa saling membaca karya
cerpen kalian.“ semua anak pun mengangguk-anggukan kepala tanda
mengerti.
KRIIIIINGGGG..........
Bel tanda berakhirnya kelas pun berbunyi. Semua
mahasiswa keluar ruangan dengan rapi setelah panitia membubarkan
kelas. Setelah kelas sepi, 4 orang kakak panitia memeriksa
satu-persatu cerpen hasil karya para peserta ospek. Semuanya membaca
sambil mengangguk-angguk, mengerutkan dahi, tersenyum, bahkan
menangis. Entahlah, mungkin mereka terlalu menghayati cerpen
tersebut. Namun ketika Kak Eza berganti membaca naskah berikutnya,
seketika wajahnya berubah masam, ia membaca kata demi kata hingga
akhir dengan raut muka semakin berkerut. Ya, cerpen itu sama persis
dengan cerpen karyanya yang ia tulis di blog. Namun, di bawah cerita
tak lagi tertulis namanya dan berganti menjadi Hendra Wardana. Kak
Eza seketika membanting naskah ke lantai disusul dengan tatapan
bingung ketiga temannya.
***
“Di sini siapa yang namanya Hendra Wardana?!”
teriak salah satu kakak angkatan yang terlihat seperti seorang preman
dari pada mahasiswa. Hendra yang merasa namanya disebut seketika
berdiri dan maju ke depan. Ia saat ini tengah berada di ruang
auditorium di mana semua mahasiswa baru sefakultasnya berkumpul. Ia
berjalan ditemani tatapan tajam dari semua kakak angkatan berwajah
semi-preman. Sesampainya di depan, seorang laki-laki yang tadi
meneriakkan namanya berjalan mendekat sembari menggenggam sebuah
kertas yang terlihat seperti naskah. Ia berhenti tepat di hadapan
Hendra dan mengangkat naskah yang dalam genggamannya.
“Ini cerpen kamu?” tanyanya dengan tatapan tajam.
Hendra melirik sekilas ke arah kertas yang digenggam laki-laki itu.
Hendra kemudian mengangguk mengiyakan.
“Beneran ini cerpen kamu? Apa cuman cerpen yang
ditulisin nama kamu?” kakak angkatan lain, kali ini wanita, ikut
mendekati Hendra yang menunduk ketakutan. Hendra hanya bisa terdiam.
“WOY JAWAB! INI CERPEN KAMU ATAU BUKAN?!” laki-laki
yang sebelumnya kembali berteriak di hadapan Hendra. Ia bingung
apakah akan mengakui kecurangannya atau tidak. Kaki Hendra gemetaran,
tangannya dingin. Mau tidak mau ia harus mengakui, karena jika
berbohong pun, pasti ia akan terlihat semakin bodoh. Dengan tekat
sepenuh hati dan keberanian sekuat baja, ia akhirnya mengangguk
dengan penuh kepasrahan. Ia akan menerima segala konsekuensi atas
perbuatannya, harus.
Hendra kini duduk berhadapan dengan kakak panitia yang
tempo hari memberikan materi tentang blog. Kak Eza diam memandang
Hendra, ia mendesah. Orang di hadapannya adalah orang yang mengambil
hasil karyanya tanpa ijin, memplagiat seluruh isi, dan hanya
mengganti nama tokohnya saja. Dikatakan kejam sebenarnya berlebihan,
namun entah mengapa Eza merasa sangat terpukul atas apa yang
dilakukan adik angkatannya itu.
“Kamu mau belajar nulis?” Eza memecah keheningan.
“Hah?” Hendra mendongak kaget ketika laki-laki di
hadapannya tiba-tiba menanyakan hal itu.
“Korupsi itu berawal dari hal-hal kecil seperti
menyontek. Bagaimana Indonesia bisa maju kalau generasi barunya hanya
bisa menyontek, memplagiat, mencuri hasil karya orang lain?”
Hendra tergerak mendengar ucapan Eza. Ia adalah
mahasiswa sekarang, calon penerus bangsa. Bagaimana bisa ia
menghalalkan segala cara untuk menyelesaikan tugas sekecil itu.
Hendra menyesal atas perbuatannya, ia kini belajar suatu hal baru,
seburuk apapun hasil yang kita terima atas kerja keras dan keringat
kita sendiri, jauh lebih baik daripada hasil sempurna karena karya
orang lain.
“Oke deh kak, aku mau belajar nulis. Kakak mau nolong
ngajarin?” Hendra menatap Eza dengan mantap.
Eza hanya menepuk pundak Hendra, dan tersenyum puas.
###
Rara - persuasif
Tidak ada komentar:
Posting Komentar