Laman

Jumat, 10 Agustus 2012

(cerpen) TUGAS OSMARU

TUGAS OSMARU 


TUGAS OSMARU

              Buatlah sebuah cerpen yang kreatif dan menarik.
  1. Tema dari cerpen sesuai dengan nama kelompok masing-masing
  2. Cerpen yang dibuat minimal satu lembar A4 penuh
  3. Font dari cerpen dibebaskan namun harus jelas, dan ukuran fontnya adalah 12
  4. Dibuat 1,5 spasi dengan margin atas 4, kiri 4, bawah 3, kanan 3
  5. Tampilan cerpen harus dibuat sekreatif mungkin

“Matiiiihhhhh.....”
Hendra menepuk jidatnya sambil terduduk lemas di kursi meja belajarnya. Ia baru saja membaca tugas ospek yang diberikan oleh panitia ospek mahasiswa baru Universitas Sebelas Maret, Solo. Kamis depan adalah hari pelantikan mahasiswa baru sekaligus merupakan hari pertama ospek. Tugas membuat cerpen tersebut juga harus dikumpulkan hari Kamis. Itu berarti tinggal 4 hari lagi, karena sekarang adalah hari Sabtu. Temanya nama kelompok, nama kelompoknya adalah persuasif, Hendra berteriak frustasi sembari mengacak-acak rambutnya. Ia sangat menyadari kelemahannya dalam menulis karangan. Saat SMA guru Bahasa Indonesianya selalu menaruh perhatian lebih pada Hendra karena kekurangannya itu, sehingga nilainya harus dikatrol agar bisa tuntas. Itu pun harus melalui berbagai macam tahapan remidi terlebih dahulu.
Ddrrrttt.......ddddrrrtt......
“Halo?” Hendra meraih ponselnya yang berdering.
“Halo Hen, di mana kamu?” tanya seorang gadis di seberang telepon.
“Di rumah Ca, kenapa? Lagi pusing nih mikirin tugas ospek” balas Hendra sembari menghempaskan badan ke tempat tidurnya.
“Suruh ngapain emang?”
“Bikin cerpen temanya persuasif. Kamu kan tau sendiri aku bermasalah sama yang namanya karang-mengarang” Hendra mendengus pasrah.
browsing aja Hen, gampang kan. Jaman udah canggih kali. Panitianya juga nggak akan tahu kamu copy-paste, dibaca aja mungkin nggak sempat, formalitas kasih tugas aja tuh!” kata Caca.
“Oh iya ya, aku sama sekali nggak kepikiran deh. Thanks lho, Ca, atas sarannya. Udah dulu ya, aku mau coba searching. Assalamualaikum!”
Hendra menutup panggilan setelah terdengar salam balasan dari Caca. Ia melempar ponsel di atas tempat tidur lalu beranjak ke meja belajar, di layar laptopnya masih terpampang jelas tugas ospek yang membuat merinding tatkala Hendra membacanya lagi. Ia kemudian membuka new tab dan mengetik “CONTOH CERPEN BERTEMA PERSUASIF”.
***
Hendra melenggang memasuki kampus dengan hati gembira. Ia tak menyangka 'tugas mematikan' itu telah berhasil dikerjakan. Meskipun hanya dengan copy-paste dari internet, ubah nama, print! Hendra tersenyum sendiri mengingat betapa berlebihannya dia ketika frustasi memikirkan tugas yang ternyata bisa dengan mudah dikerjakan.
Para mahasiswa baru kini tengah berkumpul di ruang kelas masing-masing untuk menerima materi. Di ruang kelas Hendra berada, materi yang sedang dijelaskan adalah tentang pembuatan blog, fungsi, dan cara penggunaannya. Semua mahasiswa baru tengah asyik mencatat ketika tiba-tiba panitia berdiri dan menyuruh semua anak untuk mempraktekan pembuatan blog.
15 menit kemudian.
“Adik-adik semuanya, cerpen untuk tugas ospek mohon dikumpulkan ke meja saya sekarang.” kata seorang kakak panitia. Serentak seluruh anak beranjak dari kursi menuju meja panitia sembari membawa print out masing-masing, tak terkecuali Hendra. Setelah semua tugas terkumpul, panitia kemudian melanjutkan.
“Kalian semua membawa soft file cerpennya kan?” tanya kakak panitia. Kemudian terlihat anggukan dari seluruh mahasiswa.
“Kalau begitu, cerpen yang barusan kalian kumpulkan, mohon di-upload lagi ke blog yang sudah kalian buat. Jangan lupa, follow blog panitia dan teman-teman yang lain agar bisa saling membaca karya cerpen kalian.“ semua anak pun mengangguk-anggukan kepala tanda mengerti.
KRIIIIINGGGG..........
Bel tanda berakhirnya kelas pun berbunyi. Semua mahasiswa keluar ruangan dengan rapi setelah panitia membubarkan kelas. Setelah kelas sepi, 4 orang kakak panitia memeriksa satu-persatu cerpen hasil karya para peserta ospek. Semuanya membaca sambil mengangguk-angguk, mengerutkan dahi, tersenyum, bahkan menangis. Entahlah, mungkin mereka terlalu menghayati cerpen tersebut. Namun ketika Kak Eza berganti membaca naskah berikutnya, seketika wajahnya berubah masam, ia membaca kata demi kata hingga akhir dengan raut muka semakin berkerut. Ya, cerpen itu sama persis dengan cerpen karyanya yang ia tulis di blog. Namun, di bawah cerita tak lagi tertulis namanya dan berganti menjadi Hendra Wardana. Kak Eza seketika membanting naskah ke lantai disusul dengan tatapan bingung ketiga temannya.
***
“Di sini siapa yang namanya Hendra Wardana?!” teriak salah satu kakak angkatan yang terlihat seperti seorang preman dari pada mahasiswa. Hendra yang merasa namanya disebut seketika berdiri dan maju ke depan. Ia saat ini tengah berada di ruang auditorium di mana semua mahasiswa baru sefakultasnya berkumpul. Ia berjalan ditemani tatapan tajam dari semua kakak angkatan berwajah semi-preman. Sesampainya di depan, seorang laki-laki yang tadi meneriakkan namanya berjalan mendekat sembari menggenggam sebuah kertas yang terlihat seperti naskah. Ia berhenti tepat di hadapan Hendra dan mengangkat naskah yang dalam genggamannya.
“Ini cerpen kamu?” tanyanya dengan tatapan tajam. Hendra melirik sekilas ke arah kertas yang digenggam laki-laki itu. Hendra kemudian mengangguk mengiyakan.
“Beneran ini cerpen kamu? Apa cuman cerpen yang ditulisin nama kamu?” kakak angkatan lain, kali ini wanita, ikut mendekati Hendra yang menunduk ketakutan. Hendra hanya bisa terdiam.
“WOY JAWAB! INI CERPEN KAMU ATAU BUKAN?!” laki-laki yang sebelumnya kembali berteriak di hadapan Hendra. Ia bingung apakah akan mengakui kecurangannya atau tidak. Kaki Hendra gemetaran, tangannya dingin. Mau tidak mau ia harus mengakui, karena jika berbohong pun, pasti ia akan terlihat semakin bodoh. Dengan tekat sepenuh hati dan keberanian sekuat baja, ia akhirnya mengangguk dengan penuh kepasrahan. Ia akan menerima segala konsekuensi atas perbuatannya, harus.
Hendra kini duduk berhadapan dengan kakak panitia yang tempo hari memberikan materi tentang blog. Kak Eza diam memandang Hendra, ia mendesah. Orang di hadapannya adalah orang yang mengambil hasil karyanya tanpa ijin, memplagiat seluruh isi, dan hanya mengganti nama tokohnya saja. Dikatakan kejam sebenarnya berlebihan, namun entah mengapa Eza merasa sangat terpukul atas apa yang dilakukan adik angkatannya itu.
“Kamu mau belajar nulis?” Eza memecah keheningan.
“Hah?” Hendra mendongak kaget ketika laki-laki di hadapannya tiba-tiba menanyakan hal itu.
“Korupsi itu berawal dari hal-hal kecil seperti menyontek. Bagaimana Indonesia bisa maju kalau generasi barunya hanya bisa menyontek, memplagiat, mencuri hasil karya orang lain?”
Hendra tergerak mendengar ucapan Eza. Ia adalah mahasiswa sekarang, calon penerus bangsa. Bagaimana bisa ia menghalalkan segala cara untuk menyelesaikan tugas sekecil itu. Hendra menyesal atas perbuatannya, ia kini belajar suatu hal baru, seburuk apapun hasil yang kita terima atas kerja keras dan keringat kita sendiri, jauh lebih baik daripada hasil sempurna karena karya orang lain.
“Oke deh kak, aku mau belajar nulis. Kakak mau nolong ngajarin?” Hendra menatap Eza dengan mantap.
Eza hanya menepuk pundak Hendra, dan tersenyum puas.
###

Rara - persuasif

Tidak ada komentar:

Posting Komentar